Sunday, 4 February 2018

INI LHO TATA CARA BERTAYAMUM DENGAN BAIK DAN BENAR SERTA HUKUM TAYAMUM MENURUT ISLAM

cara bertayamum untuk orang sakit - cara bertayamum di pesawat - cara tayamum di kendaraan - cara tayamum di tembok - tata cara tayamum beserta gambarnya - cara tayamum di kereta - sebutkan tata cara wudhu yg benar - doa setelah wudhu tayamum

Segala puji selalu kembali dan kepunyaan Allah Tabaroka wa Ta’ala, hidup kita, mati kita untuk menghambakan diri untuk Dzat yang tidak memerlukan sesuatu apapun dari hambanya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan untuk Rasulul Islam, Muhammad bin Abdillah shollallahu ‘alaihi wa sallam, beserta keluarga dan semua sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum.

Mungkin sering dari kita menyaksikan sebagian dari saudara-saudara anda kalangan kaum muslimin yang masih asing dengan istilah tayammum,istilah alat bersuci menjadi pengganti dengan air,pada beberapa lainnya urusan ini tidak asing lagi akan namun belum memahami bagaimana tayammum yang Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam ajarkan serta yang diharapkan oleh syari’at kita. Maka penulis menyuruh pembaca sekalian untuk menyediakan waktu barang 5 menit untuk bareng mempelajari urusan ini sehingga saat tiba waktunya untuk dilaksanakan sudah bisa beramal dengan ilmu.

Pengertian Tayammum

Kami mulai ulasan ini dengan menyampaikan pengertian tayammum. Tayammum secara bahasa ditafsirkan sebagai Al Qosdu (القَصْدُ) yang berarti maksud. Sedangkan secara istilah dalam syari’at ialah sebuah peribadatan untuk Allah berupa mengelus wajah dan kedua tangan dengan memakai sho’id yang bersih[1]. Sho’id ialah seluruh permukaan bumi yang dapat dipakai untuk bertayammum baik yang ada tanah di atasnya ataupun tidak[2].

Dalil Disyari’atkannya Tayammum

Tayammum disyari’atkan dalam islam menurut alasan Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’ (konsensus) kaum muslimin[3]. Adapun alasan dari Al Qur’an ialah firman Allah ‘Azza wa Jalla,

وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ


“Dan andai kamu sakit atau dalam perjalanan atau pulang dari lokasi buang air atau bersangkutan badan dengan perempuan, lalu anda tidak mendapat  air, maka bertayammumlah dengan permukaan bumi yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu”. (QS. Al Maidah [5] : 6).

Adapun alasan dari As Sunnah ialah sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi was sallam dari kawan Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu ‘anhu,

« وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاءَ »


“Dijadikan untuk kami (ummat Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi was sallam ) permukaan bumi sebagai thohur/sesuatu yang dipakai untuk besuci (tayammum) andai kami tidak menjumpai air”.

Media yang bisa Digunakan guna Tayammum
Media yang dapat dipakai untuk bertayammum ialah seluruh permukaan bumi yang bersih baik tersebut berupa pasir, bebatuan, tanah yang berair, lembab ataupun kering. Hal ini menurut hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dari kawan Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu ‘anhu di atas dan secara khusus, 


جُعِلَتِ الأَرْضُ كُلُّهَا لِى وَلأُمَّتِى مَسْجِداً وَطَهُوراً


“Dijadikan (permukaan,) bumi seluruhnya bagiku (Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam) dan ummatku sebagai lokasi untuk sujud dan sesuatu yang dipakai untuk bersuci”.[6]

Jika terdapat orang yang menuliskan bukankah dalam suatu hadits Hudzaifah ibnul Yaman[7] Nabi menuliskan tanah?! Maka anda katakan sebagaimana yang disebutkan oleh Ash Shon’ani rohimahullah, “Penyebutan beberapa anggota lafadz umum bukanlah pengkhususan”[8]. Hal ini adalah pendapat Al Auzaa’i, Sufyan Ats Tsauri Imam Malik, Imam Abu Hanifah[9] demikian pun hal ini adalah pendapat Al Amir Ashon’ani[10], Syaikh Al Albani[11], Syaikh Abullah Alu Bassaam[12] –rohimahumullah-, Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan[13] dan Syaikh DR. Abdul Adzim bin Badawiy Al Kholafiy hafidzahumallah[14].

Keadaan yang Dapat Menyebabkan Seseorang Bersuci dengan Tayammum
Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan hafidzahullah menuliskan sejumlah keadaan yang dapat mengakibatkan seseorang bersuci dengan tayammum,

Jika tidak terdapat air baik dalam suasana safar/dalam perjalanan ataupun tidak[15].
Terdapat air (dalam jumlah terbatas .) bersamaan dengan adanya keperluan lain yang membutuhkan air itu seperti guna minum dan memasak.
Adanya kekhawatiran andai bersuci dengan air bakal membahayakan badan atau semakin lama sembuh dari sakit.

Ketidakmapuan memakai air guna berwudhu disebabkan sakit dan tidak dapat bergerak untuk memungut air wudhu dan tidak adanya orang yang dapat membantu guna berwudhu bersamaan dengan kekhawatiran habisnya masa-masa sholat.
Khawatir kedinginan andai bersuci dengan air dan tidak adanya yang bisa menghangatkan air tersebut.

Tata Cara Tayammum Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam
Tata teknik tayammum Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam diterangkan hadits ‘Ammar bin Yasir rodhiyallahu ‘anhu,

بَعَثَنِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى حَاجَةٍ فَأَجْنَبْتُ ، فَلَمْ أَجِدِ الْمَاءَ ، فَتَمَرَّغْتُ فِى الصَّعِيدِ كَمَا تَمَرَّغُ الدَّابَّةُ ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَصْنَعَ هَكَذَا » . فَضَرَبَ بِكَفِّهِ ضَرْبَةً عَلَى الأَرْضِ ثُمَّ نَفَضَهَا ، ثُمَّ مَسَحَ بِهَا ظَهْرَ كَفِّهِ بِشِمَالِهِ ، أَوْ ظَهْرَ شِمَالِهِ بِكَفِّهِ ، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ


Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam mengutusku untuk sebuah keperluan, lantas aku merasakan junub dan aku tidak mengejar air. Maka aku berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya fauna yang berguling-guling ditanah. Kemudian aku ceritakan urusan itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam. Lantas beliau mengatakan, “Sesungguhnya cukuplah anda melakukannya laksana ini”. Seraya beliau memukulkan telapak tangannya kepermukaan bumi sekali pukulan kemudian meniupnya. Kemudian beliau mengelus punggung telapak tangan (kanan)nya dengan tangan kirinya dan mengelus punggung telapak tangan (kiri)nya dengan tangan kanannya, kemudian beliau mengelus wajahnya dengan kedua tangannya.[16]

Dan dalam diantara lafadz riwayat Bukhori,

وَمَسَحَ وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ وَاحِدَةً


“Dan beliau mengelus wajahnya dan kedua telapak tangannya dengan sekali usapan”.

Berdasarkan hadits di atas saya dan anda bisa simpulkan bahwa tata teknik tayammum beliau shallallahu ‘alaihi was sallam ialah sebagai berikut.

Memukulkan kedua telapak tangan kepermukaan bumi dengan sekali pukulan lantas meniupnya.
Kemudian menyapu punggung telapak tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya.
Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak tangan.
Semua belaian baik saat mengusap telapak tangan dan wajah dilaksanakan sekali belaian saja.
Bagian tangan yang diusap ialah bagian telapak tangan hingga pergelangan tangan saja atau dengan kata beda tidak hingga siku laksana pada ketika wudhu.
Tayammum bisa menghilangkan hadats besar seperti janabah, demikian pun untuk hadats kecil.
Tidak wajibnya urut/tertib dalam tayammum.

tidak sahnya Tayammum

Pembatal tayammum sebagaimana pembatal wudhu. Demikian pun tayammum tidak dibolehkan lagi apa bila sudah ditemukan air untuk orang yang bertayammum sebab ketidakadaan air dan sudah adanya keterampilan menggunakan air atau tidak sakit lagi untuk orang yang bertayammum sebab ketidakmampuan memakai air[18]. Akan namun shalat atau ibadah lainnya[19] yang sudah ia lakukan sebelumnya sah dan tidak butuh mengulanginya. Hal ini menurut hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dari kawan Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu,

خَرَجَ رَجُلَانِ فِي سَفَرٍ ، فَحَضَرَتْ الصَّلَاةُ – وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ – فَتَيَمَّمَا صَعِيدًا طَيِّبًا ، فَصَلَّيَا ، ثُمَّ وَجَدَا الْمَاءَ فِي الْوَقْتِ ، فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا الصَّلَاةَ وَالْوُضُوءَ ، وَلَمْ يُعِدْ الْآخَرُ ، ثُمَّ أَتَيَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ لِلَّذِي لَمْ يُعِدْ : أَصَبْت السُّنَّةَ وَأَجْزَأَتْك صَلَاتُك وَقَالَ لِلْآخَرِ : لَك الْأَجْرُ مَرَّتَيْنِ


Dua orang lelaki terbit untuk safar. Kemudian tibalah masa-masa shalat dan tidak terdapat air didekat mereka. Kemudian dua-duanya bertayammum dengan permukaan bumi yang suci lalu dua-duanya shalat. Setelah tersebut keduanya mengejar air sementara saat tersebut masih dalam masa-masa yang dibolehkan shalat yang sudah mereka lakukan tadi. Lalu salah seorang dari mereka berwudhu dan mengulangi shalat sementara yang lainnya tidak mengulangi shalatnya. Keduanya lalu mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dan mengisahkan yang beliau alami. Maka beliau shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan untuk orang yang tidak mengulang shalatnya, “Apa yang anda lakukan telah cocok dengan sunnah dan anda telah menemukan pahala shalatmu”. Beliau mengatakan untuk yang mengulangi shalatnya, “Untukmu dua pahala[20]”[21]. 

Juga hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dari kawan Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu,

الصَّعِيدُ وُضُوءُ الْمُسْلِمِ ، وَإِنْ لَمْ يَجِدْ الْمَاءَ عَشْرَ سِنِينَ.فَإِذَا وَجَدَ الْمَاءَ فَلْيَتَّقِ اللَّهَ وَلْيُمِسَّهُ بَشَرَتَهُ


“Seluruh permukaan bumi (tayammum) adalah wudhu untuk seluruh muslim andai ia tidak mengejar air sekitar sepuluh tahun (kiasan bukan pembatasan angka)[22], bilamana ia sudah menemukannya hendaklah ia bertaqwa untuk Allah dan menggunakannya sebagai alat guna besuci”.[23]

DiAntara Hikmah Disyari’atkannya Tayammum
Sebagai penutup kami ucapkan hikmah dan destinasi disyari’atkannya tayyamum ialah untuk menyucikan diri anda dan supaya kita bersyukur dengan syari’at ini serta tidaklah sama sekali guna memberatkan kita, sebagaimana akhir firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 6,

مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ


“Allah tidak berkeinginan menyulitkan kalian, namun Dia berkeinginan menyucikan kalian dan menyempurnakan nikmatNya bagimu, supaya anda bersyukur.” (QS. Al Maidah: 6).

Abul Faroj Ibnul Jauziy rohimahullah menuliskan ada empat penafsiran berpengalaman tafsir mengenai nikmat apa yang Allah maksudkan dalam ayat ini.

Pertama, nikmat berupa diampuninya dosa-dosa. 
Kedua, nikmat berupa hidayah untuk iman, sempurnanya agama, ini adalahpendapat Ibnu Zaid rohimahullah.
Ketiga, nikmat berupa keringanan guna tayammum, ini adalahpendapat Maqotil dan Sulaiman.
Keempat, nikmat berupa keterangan hukum syari’at, ini adalahpendapat sebagian berpengalaman tafsir.

Demikianlah akhir artikel ini mudah-mudahan menjadi ekstra ‘amal untuk penulis dan ekstra ilmu untuk pembaca sekalian. Allahumma Amiin. wallahu 'alam bishowab

0 comments:

Post a Comment

blog ini bersifat dofollow,bebas nitip link dan berkomentarlah yang sopan.